Senin, 07 April 2014

Makian hujan...

Hujan...

Lagi...

Asik...

Aku suka hujan... Hujan itu menyenangkan. Apapun itu. Mulai dari suara rintiknya, hawa sejuknya, temaram cahayanya, bahkan sampai wanginya. Wangi hujan itu khas banget. Istilahnya itu petrichor... Nah kalo istilah untuk penyuka hujan itu namanya pluviophile

Iya. Aku ini termasuk seorang pluviophile. Apapun tentang hujan itu menarik bagiku.

*"terus, artinya kamu seneng sama banjir gitu? Dih dasar jahat"*

Oke... Sebentar... Bagiku, banjir itu bukan salah hujan. Banjir justru salah dari si manusia itu sendiri.

Hujan itu banyak kok terjadi di belahan bumi lainnya. Dan aku yakin, 50% lebih dari daerah yang terkena hujan itu tidak mengalami banjir.

Hujan itu berkah...
Hujan itu anugrah...

Kok bisa bisanya kita menyalahkan hujan karena banjir yang kita derita?

Bahkan (mungkin) justru kesalahan terdapat pada diri si korban banjir itu sendiri.

Aku yakin akan banyak hujatan karna kalimat barusan. Menganggap aku sama sekali tidak punya rasa empati. It's okay...
Saya bilang mungkin... Karna tentu sebagian juga bukan salah mereka.

Begini. Ketika kita menjadi saksi sebuah kejahatan, lantas kita diam membiarkan, apakah kita bisa disebut bersalah? Bisa. Ada pasal yang menyatakan bahwa kalau kita tidak melaporkan suatu tindakan kriminal, padahal kita tau pasti, maka kita bisa dijerat hukuman pidana dengan alasan bersekongkol menyembunyikan tindak kejahatan

Saat kita melihat orang membuang sampah sembarangan, katakanlah di got, saluran air, di sungai, di pinggir jalan, pernahkah kita menegur?

Jangankan menegur. Bahkan bisa jadi justru kitalah orang yang membuang sampah tersebut.

Aku bukan orang yang bersih. Kamarku juga masih berantakan. Tapi paling tidak, aku gak pernah menyalahkan orang lain. Apalagi sampai bawa bawa pemerintah. Iya. Banjir memang "juga" termasuk urusan pemerintah. Tapi ingat... "juga"... Bukan "hanya"... Artinya pemerintah perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menuntaskan masalah banjir. Percuma sungai dikeruk agar dalam. Percuma pintu air dibersihkan mati matian dari sampah, kalau usaha itu tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakat dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Aku pernah lewat suatu daerah di jakarta yang sering muncul di televisi karena sering banjir. Dan bukan cuma sekali dua kali. Dan berkali kali pula aku lihat orang buang sampah se enak jidat... Mungkin ketika diwawancara saat bencana banjir, dia yang berteriak paling keras menyalahkan pemerintah yang tidak becus mengurusi masalah banjir.

*"tapi kan jakarta itu daerah rendah... Wajar lah hujan sedikit langsung banjir"*

Oke jakarta rendah. Tapi setidaknya ketinggian lahan di jakarta masih di atas laut.

Tau Belanda? Negara yang berperang dengan kita selama 350 tahun itu, negaranya berada di bawah ketinggian air laut.

Iya... Di bawah...

Logikanya, itu negara terendam air laut. Tapi toh tidak terjadi kan?

Sudahlah. Daripada kita saling menyalahkan, bagaimana kalau dimulai dari diri sendiri. Paling tidak jangan membuang sampah sembarangan. Terserah kalau itu di dalam rumahmu. Atau kamarmu. Tapi jangan sekali sekali membuang sampah di jalan. Di sungai. Di parit.

Mungkin segel tutup botol air mineral itu kecil. Tidak seberapa mengganggu sistem pembuangan air. Tapi bayangkan kalau semua orang melakukan itu? Bayangkan 240juta jiwa penduduk indonesia melakukan hal serupa? Apa dampaknya?

Ini hasil ketikan sotoy aku sore ini. Sebenernya ngetik ginian cuma pengen numpahin emosi doang sih. Karena tadi ketika di jalan, ada pengendara mobil bangsat yang buang puntung rokok sembarangan lewat kaca mobilnya dan... Yak kena mataku. Baranya masih ada bahkan. Untung pake kacamata....

Tapi... Terima kasih untuk si oengendara bangsat tadi. Mungkin kalau dia gak ngelempar puntung rokok, postingan maha bijak macam ini gak akan saya tulis :p

Ini adalah sarana "ngomel" yang cukup efektif menurutku. Ketimbang melakukan tindakan kekerasan yang gak perlu.